Mengenal Dunia Melalui Bermain
Bebas
Oleh Bernadia Dwiyani
“We are fully human only while playing, and we play only when
we are
human in the truest sense of the word” Rudolf Steiner
human in the truest sense of the word” Rudolf Steiner
Proses bermain merupakan proses yang penting dalam kehidupan
manusia. Pada beberapa kesempatan, proses bermain seringkali dianggap sebagai
aktivitas hiburan yang membuang waktu. Padahal bermain dapat dikatakan sebagai
bagian dari budaya, tidak hanya bagi manusia bahkan hal yang sama terjadi pada
hewan di sekitar kita. Kita dapat melihat bagaimana lumba-lumba, harimau,
gajah, bahkan burung banyak menghabiskan waktu untuk bermain.
Johan Huizinga menyatakan bahwa bermain merupakan aktivitas
yang mampu memperbaiki kulitas masyarakat secara luas (Nijhof., dkk, 2018).
Dalam kaitannya dengan perkembangan manusia, beberapa penelitian menyatakan
bahwa bermain dapat meningkatkan kemampuan sosial, emosional, ketahanan diri,
krativitas, dan pemecahan masalah. Oleh karena itu bermain menjadi aktivitas
penting dalam keseharian manusia.
Pada manusia dewasa kita sering dihadapkan pada tekanan di
tempat kerja, lingkungan tempat tinggal, keluarga, dan lain-lain. Hal ini tidak
jauh berbeda dengan anak-anak, pada beberapa situasi perasaan takut, cemas, dan
tertekan muncul dan mengganggu mereka. Situasi ini bahkan dapat mengakibatkan
pengalaman traumatis bagi anak.
Selanjutnya stimulus berlebihan yang diterima anak dari
lingkungan dapat menyebabkan anak cepat lelah dan moody. Sayangnya, kita sebagai orang dewasa seringkali kesulitan
menyadari hal tersebut. Bermain selain difungsikan untuk mengeksplorasi
lingkungan juga meningkatkan kesejahteraan anak dengan menyeimbangkan perasaan
dalam diri.
“We are fully human only while playing, and we play only when we are human in the truest sense of the word” Rudolf Steiner |
Lalu apa sesungguhnya bermain itu?
Karakteristik bermain dapat dibagi menjadi lima hal yakni,
pertama tidak perlu memiliki makna atau fungsi, kedua mengandung beberapa unsur
seperti; menyenangkan, spontan, bermanfaat, dan sukarela, ketiga tingkah laku
yang dihasilkan berbeda dengan tingkah laku lain, keempat terdapat unsur
pengulangan yang variatif, dan terakhir menurunkan tingkat stress (Graham dan
Burghardt, 2010).
Bermain berperan positif pada kemampuan anak untuk mengenal
diri mereka dan dunia. Perkenalan itu diawali dengan indera yang mereka miliki
(mendengar, menyentuh, melihat, merasakan, dan mencium) untuk mengartikan dunia
di sekitar mereka. Seperti yang kita ketahui bahwa anak berumur 0-18 bulan
senang memasukan segala sesuatu kedalam mulut mereka.
Hal ini di dukung oleh teori psikoanalisa yang menyatakan
bahwa pada bayi, mulut merupakan bagian vital yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan. Pada tahapan itu, anak mengembangkan kepercayaan dan kenyamanan akan
dunia sekitar. Selain itu mereka senang saat mendengar bunyi, juga mencium seluruh
barang di sekitar mereka. Seluruh proses tersebut selain mengembangkan
kemampuan anak dalam mendiferensiasi, memberikan pengalaman bermakna, juga
meningkatkan kesadaran anak akan lingkungan.
Menurut Parten (1932) selanjutnya anak akan mulai dengan
bermain sendiri (solitary play) pada usia 12-18 bulan tanpa membangun interaksi
dengan orang lain. Pada usia memasuki 2-2.5 tahun (paralel play)anak akan
mulai merasa nyaman bermain berdampingan dengan anak-anak lain, namun belum
berinteraksi. Di usia 2.5-3 tahun (associative play)anak akan bermain
dengan material yang sama bersama dengan anak lain, tetapi belum menghasilkan kreasi
bersama. Bentuk permainan kooperatif (cooperative play) terjadi pada usia
3-5 tahun dimana anak berinteraksi bersama anak lain (Heidman &Hewitt,
1992).
Bermain pada pendidikan Waldorf menjadi suatu hal yang
esensial. Proses anak bermain secara bebas akan memampukan imajinasi anak untuk
berkembang. Hal ini merupakan pusat dari proses mengembangkan diri secara utuh untuk
mencapai potensi diri. Memberikan anak ruang untuk mengeksplorasi imajinasi
mereka dan memiliki waktu nyaman bagi diri sendiri. Kebutuhan bermain selayaknya
kebutuhan makan dan minum bagi anak.
Salah satu jenis proses bermain yakni bermain tanpa struktur,
dimana anak bebas bermain tanpa diawali tujuan dan membuka seluruh kemungkinan
permainan yang ada.
Proses bermain bebas sangat efektif untuk meningkatkan
kemampuan sosial, kreativitas dan imajinasi, juga kemampuan menyelesaikan
masalah. Tanpa peraturan yang jelas anak dituntut untuk kreatif mengubah arah
permainan dan sekaligus meningkatkan kemampuan kognitif. Lalu kemampuan
menyelesaikan masalah banyak berperan saat anak mengalami kesulitan pada suatu
permainan, apakah anak termotivasi untuk mencari cara penyelesaiannya.
Anak-anak melatih kemampuan sosial dan berempati saat mereka
bermain bersama teman-teman, mengembangkan kemampuan bergiliran, mendengarkan,
dan berbagi. Bermain bebas sangat ideal diterapkan di alam bebas dengan
material yang beragam dan dapat di eksplorasi dengan menyeluruh. Namun,
sesungguhnya bermain bebas dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Peran orangtua dalam bermain bebas adalah menyediakan
lingkungan yang aman dan nyaman. Orangtua dapat melakukan pengamatan, dan
mengintervensi apabila diperlukan berkaitan dengan keamanan anak. Saat anak
bermain, orangtua dapat mengamati anak bermain dan juga tetap melakukan
pekerjaan lain yang bermakna. Hal ini akan memberikan perasaan aman dan
kepercayaan diri pada anak.
Proses bermain adalah proses anak melihat dan merasakan dunia
secara langsung. Melalui proses bermain batangan kayu yang ditemukan di taman
dapat berubah menjadi mobil, boneka, makanan, atau bahkan beragam bentuk
lainnya. Pada akhirnya bermain merupakan kebutuhan utama bagi pengembangan diri
mereka.
Refleksi
Anda dapat mencoba mengingat kapan terakhir kalinya Anda
bermain tanpa ada tujuan tertentu? Setelah bermain bebas, bagimana perasaan
Anda? Apakah terdapat perubahan secara fisik atau psikis pada diri Anda?
Daftar Pustaka
Chertoff, Jane (2019).
The Toddler Years: What is Associative Play. Parenthood. Diakses dari https://www.healthline.com/health/parenting/associative-play#6-stages-of-play
Heidemann, Sandra &
Hewitt, Deborah. (1992). The Basics of Play. Readleaf Press. Diakses dari https://reg.abcsignup.com/files/%7B07D0901F-86B6-4CD0-B7A2-908BF5F49EB0%7D_59/playchpaters.pdf
Najoan, Caroline
& Manurip, Erika.(2020). Rangkuman Pertemuan Keempat Arunika: Kelas
Pengasuhan Anak Usia Dini Untuk Orangtua Di Rumah.
Nijhoff, Sanne L, dkk.(
2018). Healthy play, better coping: The importance of play for the development
of children in health and disease. Neuroscience
and Biobehavioral Reviews. https://doi.org/10.1016/j.neubiorev.2018.09.024.
Diakes dari file:///C:/Users/User/Documents/project/waldorf/play%20and%20healthy.pdf
Wortman, Robert. (
1988). Using All the Senses to Learn. School
District No.43. Diakses dari https://www.sd43.bc.ca/District/Departments/LearningServices/SLP%20Resources/Language%20Development%20Disorders/Using%20All%20the%20Senses%20to%20Learn.pdf
0 Response to "Mengenal Dunia Melalui Bermain Bebas"
Post a Comment