Tentang Ritme, Repetisi, dan Reverence

*Ritme* mengajak kita mengenal siklus kehidupan yang bergerak dari satu kutub ke kutub yang lainnya, keberadaan ritme ada di sekeliling kita, dari alam semesta hingga denyut jantung di dalam tubuh ini. Mengenal, juga memaknai ritme akan memudahkan kita mengelola diri, melatih kepekaan, juga menumbuhkan pemahaman bahwa segala sesuatu ada tempatnya.

*Repetisi* bergandengan dengan ritme. Ritme berulang akan tumbuh menjadi kebiasaan. Ritme dan Repetisi erat sekali kaitannya dengan sense of life (indera kehidupan). Pembiasaan kebiasaan baik lewat ritme dan repetisi akan membangun disiplin dalam diri. 

Dalam repetisi ada sebuah pesan "pantang menyerah" yang terselip, kita tentu familiar dengan pemandangan anak terjatuh kemudian bangkit lagi, memampukannya dari bayi telentang untuk nantinya bisa melangkah dan berlari.

Dalam Repetisi , juga Ritme ada aspek 'pengalaman' yang membangun personal boundaries, sebuah kompas yang mengarahkan makhluk hidup untuk dapat mengelola diri. 

*Reverence*, yang berarti rasa takzim. 
Mengutip dari Rudolf Steiner : "receive children in reverence" yang berarti "terima anak dengan rasa takzim.." 
sebuah makna mendalam bahwa anak ataupun anak didik yang hadir dalam kehidupan kita bukanlah suatu kebetulan, ia juga mereka hadir sebagai hadiah. Begitupun kita, beserta alam semesta, segalanya dihadirkan Sang Pencipta untuk sebuah tujuan.

Pertanyaannya.. Apakah kita sudah menerima anak dengan rasa takzim juga hormat? Apakah kita sudah menerima diri ini dengan rasa takzim? 

Anak lahir membawa kepasitas sense of wonder, dengan rasa takzim juga cikal bakal spiritualitas yang murni.. Anak-anak dengan otot otot matanya yang begitu aktif bergerak gerik kesana kemari mencari detil detil segala benda yang diamati.

Anak memperhatikan makhluk hidup, semut berjalan, pohon bergoyang, juga daun-daun kering yang berjatuhan dalam rasa takjub.

Dengan rasa takzim, kita membangun rasa menghargai (respect), baik itu kepada makhluk hidup, juga pada lingkungan. Rasa takzim inilah yang menumbuhkan syukur, belas kasih, juga empati.

Membangun reverence di rumah dapat dimulai dengan membiasakan sikap "less is more", membiasakan diri merasa cukup agar kita menghargai apa yang dimiliki.

Reverence, gesture yang terlihat dari luar namun kualitasnya ada di dalam diri.


Tentang Ritme, Repetisi, dan Reverence ini adalah tulisan dari Dwi Rahmatanti 



Related Posts: