Perkalian Menjadi Asyik di Sekolah Waldorf

The student of mathematics must get rid of all arbitrary thinking and follow purely the demands of thought. In thinking in this way, the laws of the spiritual world flow into him. This regulated thinking leads to the most spiritual truths.” (Rudolf Steiner)

Ada satu hal yang dulu sangat berat untuk dihapal, perkalian. Selain rumit, perkalian itu matematika. Pokoknya ketika berhubungan dengan matematika, rasanya menghapal itu sebuah hal yang berat. 
Dahulu saya tidak tahu alasan harus menghapal selain bisa menjawab perkalian. Menghapal perkalian bukan menghapal IPA atau IPS atau PMP. Di luar matematika, saya masih senang menghapalkan. 
Dulu, saya tidak suka menghapal karena beralasan hal itu terlalu dangkal untuk belajar. Menghapal bukan menganalisis, bukan juga mengikat makna. Menghapal hanya sekedar mengingat.
Tetapi sekarang saya tahu makna dibalik menghapal terutama matematika. Dalam matematika, operasi hitung itu sudah menjadi keseharian. Semua akan bermuara di penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Nah, hapal perkalian akan memudahkan analisis selanjutnya. Itu berarti menghapal menjadi penting untuk diperhatikan.

Perkalian menjadi asyik (iden)

Masalahnya sekarang adalah mencari pola-pola menghapal yang menyenangkan dan mengasyikan. Misalnya menghapal dengan lagu-lagu. Biasanya yang dibawakan dalam nyanyian akan teringat terus. Selain itu, saya coba mencari literatur tentang menghapal dan pola perkalian yang diajarkan di Sekolah Waldorf. Muncullah beberapa pola yang menarik.
Pertama permainan mengingat bilangan loncat atau kelipatan bilangan. Misalnya kelipatan dua, tiga, dan seterusnya. Sambil bermain sambil mengingat pola kelipatan atau pola loncatnya bilangan ke bilangan selanjutnya.
Kedua, dengan bentuk pola. Polanya seperti bintang, mandala, dll. Caranya dengan menghubungkan setiap angka dengan angka yang lainnya sesuai kelipatannya. Misalnya dari perkalian 2 akan terhubung mulai dari 0, 2, 4, 6, 8, dan 0. 0 yang kedua nilainya jadi 10, 2 yang kedua nilainya jadi 12, demikian seterusnya sampai kembali ke 0 ketiga yang nilainya 20. Cara ini sangat mengasyikan karena anak akan mengingat pola bukan sekedar mengingat hasil angka perkalian saja.


*Perkalian Menjadi Asyik di Sekolah Waldorf adalah catatan Iden Wildensyah. Bisa dilihat juga disini dan juga di www.iden.web.id

Related Posts:

0 Response to "Perkalian Menjadi Asyik di Sekolah Waldorf"

Post a Comment