Cerita Pengenalan Biodynamic Farming Setengah Hari di Sekolah Arunika Waldorf.
"A healthy social life is found only when, in the mirror of each soul, the whole community finds its reflection, and when, in the whole community, the virtue of each one is living" (Rudolf Steiner)
Kisah Biodynamic Farming dibuka dengan cerita tentang evolusi cara bertanam dari waktu ke waktu, perubahan dari pertanian tradisional ke industrialisasi dimana cara bertaninya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar, umumnya cara seperti ini memfokuskan bertanam pada jenis tanaman tertentu saja, tanaman yang lain disingkirkan (yang otomatis juga menyingkirkan ekosistem di tanah tersebut).
Dampaknya adalah ekosistem yang terganggu, hingga pada akhirnya petani perlu usaha extra untuk memelihara kebun /ladangnya dari hama dan tantangan2 lainnya.
Pak Okta juga banyak bercerita tentang dampak yang kemudian muncul yaitu penurunan kualitas tanah kita, kualitas tanaman yang tumbuh, juga dampak lainnya dari pupuk kimia.
Pemikiran itu tumbuh dari Rudolf Steiner di tahun 1924, ketika ia melihat petani di Jerman.
Dari biologicwine dikatakan bahwa "In 1924, the philosopher and originator of Biodynamic agriculture, Rudolph Steiner presented eight lectures in response to rising concerns about soil degradation and the impact of chemical fertilisers amongst German farmers. These lectures were translated into English and published in 1928 as The Agriculture Course (A lot of Steiner’s views on Biodynamics were deeply influenced by Johann Wolfgang von Goethe)."
Dalam kuliahnya, Steiner memaparkan bahwa dalam bercocok tanam, petani perlu memperhatikan aspek energi alam semesta dan pengaruhnya ke pertanian.
Yang sebenarnya ini sudah banyak dilakukan oleh nenek moyang kita terdahulu, menarik sekali kemarin ketika mendengar di Bali ada yang namanya kalendar pertanian, dimana para petani di sana menggunakannya untuk menentukan waktu - waktu yang tepat dalam tiap kegiatan pertanian.
Menarik juga bagi saya yang awam mendengarnya karena membangun kesadaran tentang bumi yang dipijak ini, rasanya masih banyak sekali 'timbal balik' yg ingin diberikan, rasanya hubungan dengan bumi ini belum mutual, masih lebih banyak 'mengambil'nya.
Nah kesempatan kemarin kami di Arunika belajar cara mempersiapkan tanah juga pengomposan, yang sangat menarik juga dalam sekali maknanya.
Pengetahuan ini ketemu benang merahnya dari sedikit bayangan tentang konsep 'potensi' di remedy homeopathy.
Ini juga karena sistem pertanian ini dicetuskan oleh Steiner maka akan ada kaitannya dengan yang kita pelajari misalnya 12 senses, juga ritme. Saya baru sadar, bumi kita juga ada breath in breath outnya.
Catatan ini ditulis oleh Nanda Indriana, ditulis ulang atas seizin yang bersangkutan.